F

Stigma dan Dampak Psikologi Wanita Yang Melakukan Aborsi

Stigma dan Psikologi Wanita

Stigma aborsi didefinisikan sebagai hal negatif dan diskriminasi yang ditujukan pada perempuan yang melakukan aborsi. Stigma negatif ini bukan hanya terjadai pada wanita yang melakukan aborsi, namun meluas pada aktivis perempuan maupun pihak medis yang memfasilitasinya. Di Amerika Serikat, setengah dari wanita yang hamil tidak menginginkan sebuah kelahiran dan 20%-nya mengakhirinya dengan tindakan aborsi dan bukan termasuk wanita yang mengalami keguguran.

Setiap wanita, terlepas dari apakah mereka pernah melakukan aborsi atau pernah hamil, mungkin mengalami ancaman stereotip berkaitan dengan kehamilan yang tidak diinginkan dari pasangan maupun lingkungan tempat dia tinggal atau tempat dia bekerja sehingga menjadikan pilihan terakhir untuk melakukan aborsi.

Meskipun aborsi terjadi di setiap masyarakat di dunia ini, dan sebagian besar kehamilan diselesaikan dengan aborsi di seluruh dunia, hanya ada sedikit penelitian empiris tentang mengapa wanita melakukan aborsi. Kurangnya informasi ini merupakan bagian dari kelangkaan data tentang aborsi secara keseluruhan. Masalah hukum, moral dan etika seputar aborsi membuat penelitian tentang semua aspek aborsi sulit dilakukan, dan juga mempengaruhi kualitas informasi yang diperoleh. Mengumpulkan informasi yang baik tentang alasan aborsi mungkin sangat sulit, karena mengharuskan perempuan untuk mengartikulasikan proses yang seringkali rumit dan sensitif yang mengarah pada keputusan tersebut. 

Faktor-faktor Wanita Melakukan Aborsi

Tidak ada alasan mendasar para wanita untuk melakukan aborsi, namun alasan paling umum menyebutkan kesehatan mental sebagai faktor utama wanita melakukan aborsi sebagai alasan yang masuk akal, namun apakah terdapat hubungan sebab akibar dari keduanya masih dalam perdebatan dalam penelitian ilmiah.

Terdapat banyak alasan logis untuk melakukan aborsi, seperti kehamilan yang tidak terduga dengan keadaan yang sulit, kasus pemerkosaan, dan terdapat peyakit pada ibu yang jika masa kehamilan dilanjutkan maka akan berdampak bagi kesehatan sang ibu yang bisa berujung pada kematian. 

Keputusan untuk melakukan aborsi biasanya dilatarbelakangi oleh lebih dari satu faktor, beberapa aborsi akan tetap sulit dicegah, karena keterbatasan kemampuan perempuan untuk menentukan dan mengendalikan semua keadaan kehidupan mereka. 

Selain itu, tidak semua wanita yang memutuskan untuk melakukan aborsi akan berhasil mendapatkannya. Mereka mungkin menghadapi hambatan pribadi dan sosial dan hukum yang berlaku, keberatan suami mereka atau nilai-nilai masyarakat yang menentang aborsi.

Dalam banyak kasus Aborsi ilegal sering terjadi pada anak remaja atau pasangan yang belum menikah. Remaja yang masih sekolah atau pasangan yang belum siap ke jenjang pernikahan. Sek Bebas dan pergaulan yang tidak terkontrol menjadi penyebab utama disamping bagaimana Agama dan negara memandang tindakan aborsi ini.

Hukum Melakukan Aborsi

Stigma negatif yang muncul dari orang yang melakukan aborsi selalu mengarah pada hal negatif, pada aktivis memandang ini. Kita harus melihat aborsi ini dari dua sudut berbeda sebelum menentukan apakah tindakan aborsi ini dibenarkan atau tidak.

Hukum aborsi menurut Islam adalah haram, imam syafi,i membolehkan aborsi dengan syarat umur kandungan kurang dari 40 hari atas persetujuan suami istri dengan faktor tertentu dan beberapa Imam lainnya mengharamkan sama sekali tindakan Aborsi. Dapat ditarik kesimpulan bahwa tindakan aborsi yang dilakukan pasangan remaja atau belum menikah merupakan tindakan haram untuk dilakukan dengan alasan apapun.

Dalam Hukum Indonesia, Aborsi merupakan tindakan terlarang dan masuk keranah pidana karena termasuk menghilangkan nyawa seseorang dalam KUHP.

Pengecualian untuk membolehkan Aborsi dalam hukum Indonesia terdapat dalam seperti terdapat dalam Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal 75 ayat 2 

  1. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
  2. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
  3. Oleh tenaga kesehatan sesuai dalam ketentuan aturan

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang melegalkan aborsi karena perkosaan. Dengan catatan, aborsi hanya bisa dilakukan bila usia kehamilan paling lama 40 hari dihitung hari pertama haid, peraturan ini sebenarnya mengacu pada mahzab imam Syafi'i sehingga tidak terlalu banyak pertentangan atau uji materi terhadap Peraturan Pemerintah ini.

Sebagai catatan bahwa, kebanyakan kasus Aborsi sering dilakukan anak remaja atau kalangan yang belum menikah secara ilegal, pemahaman agama tentang ini perlu dipertegas bahwa anak yang terlahir ke bumi tidak serta merta menanggung dosa ibu bapaknya, melainkan anak yang terlahir adalah suci.

Dampak Psikologi Aborsi Pada Wanita

Wanita atau masyarakat yang memiliki budaya atau agama yang melarang tindakan aborsi mengalami stres psikologis tingkat tinggi setelah melakukan tindakan aborsi dan rasa bersalah, kesusahan dan depresi pada wanita yang menjalani aborsi. Perlu pendapingan Psikologis pada kalangan remaja atau edukasi pada pasangan yang belum menikah baik tentang pandangan agama maupun edukasi sistem reproduksi.

Dampak paling besar tentu saja dialami oleh pada wanita hamil yang belum menikah, ketidakbertanggungjawaban pria menjadi faktor penentu serta sanksi sosial dari masyarakat dan lingkungan.

Untuk artikel selanjutnya tentang Aborsi akan kita bahas pada artikel dibawah ini atau selanjutnya secara lebih mendalam.

Posting Komentar